MAKASSAR, — Pimpinan P3SRS Apartemen Vida View Makassar Nicko Limanta nampaknya menutup diri menyikapi berbagai polemik dan keluhan warga apartemen.
Ditemui awak media, di kawasan apartemen Vida View Makassar, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Selasa (23/7/2024). Nicko hanya meminta waktu untuk memberikan keterangan secara resmi.
“Nanti dulu yah kita jadwalkan, masih ada kegiatan dulu. Tidak bisa sekarang, ini masih ada urusan dengan internal. Tidak berkomentar dulu,” kata Nicko.
Diketahui, Nicko hadir dengan beberapa petinggi pengelola apartemen Vida View Makassar untuk memberikan klarifikasi terhadap para warga dan penyewa apartemen.
Pertemuan itu digelar lantaran banyaknya keluhan warga terkait fasilitas hingga legalitas organisasi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang selama ini dianggap tidak transparan kepada warga.
Pertemuan itu juga membahas terkait anggaran pengelolaan apartemen dibawah kepemimpinan Nicko. Warga menganggap laporan tersebut tidak sesuai dengan harapan.
“Sangat tidak sesuai harapan. Laporan keuangan sebagai pintu masuk pembicaraan pembentukan P3SRS ternyata hanya sebatas pemaparan yang tidak bisa dinilai,” kata Jaya salah satu warga.
Jaya juga menyebut tidak menutup kemungkinan langkah hukum bakal ditempuh sebagai wujud protes pembentukan P3SRS.
“Memang ada usulan warga tentang langkah hukum untuk pembentukan P3SRS tapi belum dibicarakan ke warga yang lain, menunggu persetujuan dulu,” ucapnya.
Diketahui, beberapa pemilik atau penghuni apartemen Vida View Makassar mengeluhkan kondisi fasilitas hingga mempertanyakan legalitas organisasi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang selama ini mengelola apartemen.
Penghuni lainnya yakni Ilham (51) menyebut bahwa sejumlah fasilitas apartemen Vida View tidak membuat nyaman penghuni. Bahkan Ilham mengeluhkan pembayaran Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang sempat melonjak.
“Itu iuran, tergantung tipenya, saya kan tipe studio. Mungkin lebih rendah disini. Saya bisanya tiap bulan bayar Rp 350 ribu atau Rp 360 ribu, Ini kebetulan melonjak sampai pernah Rp 1.700.000. Saya juga tidak mau terlalu bagaimana atau vokal, tapi saya alami itu, naik 3 kali lipat,” ungkapnya.
Setelah memprotes hal tersebut, pihak manajemen mengakui adanya kesalahan pada sistem input saat itu. Iuran IPL akhirnya diturunkan oleh pihak manajemen.
“Saya pikir, bagaimana kalau orang orang tidak komplain, mungkin langsung bayar. Saya kan cuma mau perbaikan,” katanya.
Ilham juga mengeluhkan soal lift apartemen yang tidak pernah mendapatkan perawatan rutin sehingga sangat dianggap berbahaya.
“Fasilitas, seperti lift, banyak mengeluh kalau panas. Apalagi kalau libur banyak orang. Biasa banyak, sering rusak juga. Sering banyak yang ribut. Kita kan mau nyaman di sini,” bebernya.
Ilham pun berharap agar pihak manajemen segera menanggapi keluhan para penghuni apartemen.
“Harapan ya perbaikan, manajemen harus dengar kita, kalau tidak dengar buat apa juga. Masa begini terus, tidak ada unsur lain, kita mau nyaman di sini,” tandasnya.